Bukit Bangkirai
Pemandangan seperti gambar diatas bisa Anda jumpai di Bukit Bangkirai yang terletak di KM 38 Balikpapan menuju Samarinda. Sebenarnya, setibanya di KM 38, Anda masih harus melanjutkan perjalanan melewati jalanan bergelombang variatif. Ada yang beralaskan tanah, bebatuan maupun aspal dengan hanya dua jalur kendaraan roda empat saja. Dimana pada sisi kanan dan kirinya, Anda akan menjumpai banyak pepohonan hijau yang memanjakan mata. Jarak yang masih harus ditempuh adalah 10 KM sampai nantinya Anda akan menjumpai sebuah pintu masuk seperti gambar di bawah ini.
Anin masuk ke dalam kawasan bukit Bangkirai bersama kedua orang temannya, Anom dan Thia. Setelah melewati pintu masuk, mereka bertiga menuju sebuah pondokan dimana terdapat toilet pada bagian belakang dan seorang wanita berhijab yang sedang duduk di kursi depan meja dengan setumpuk tiket masuk. Saat Anin menuju toilet, Anom membeli tiket masuk sebanyak 3 lembar untuk mereka bertiga. Selesainya Anin dari toilet, Anom dan Thia segera mengajak Anin menuju Canopy Bridge yang merupakan tujuan wisata utama di Bukit Bangkirai.
Mereka berjalan menuju jembatan mini yang terbuat dari kayu ulin menuju sebidang tanah yang ditumbuhi banyak pohon ulin menjulang tinggi.
Tak sampai disitu, Anin bersama kedua temannya menyusuri hutan yang penuh pohon bingkarai menuju canopy bridge. Beralaskan dedaunan kering yang memenuhi permukaan tanah, suasana asri dan sejuknya alam sangat terasa.
Uniknya di hutan ini, ada 2 pintu gerbang trek sebagai panduan pejalan kaki. Trek 1 dinamai trek M. Prakosa dengan jalur sepanjang 150m dan trek 2 dinamai Jamaluddin. Kedua trek memiliki kesamaan terkait pepohonan yang tumbuh di sekitarnya, yaitu pohon bangkirai. Namun, Anin berpendapat bahwa di trek 2 lebih banyak pasir putihnya di permukaan tanah. Tidak hanya Anin, Anom dan Thia pun bingung bagaimana caranya pasir putih bisa sampai disana. Tapi, mereka bertiga tidak membahas lebih lanjut dan asyik dengan jalan kakinya menuju canopy bridge.
Sebelum memasuki gerbang canopy bridge, ada kutipan bagus yang dituliskan di sebuah papan berwarna cokelat sebanyak 3 baris yang disusun vertical pada sebuah kayu yang tertancap didalam tanah.
Jangan bunuh sesuatu kecuali waktu
Jangan ambil sesuatu kecuali gambar
Jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak
Quotes yang sangat mengena dalam hati untuk setiap orang yang mencintai dan merawat alam demi kelangsungan hidup mereka.
Memasuki gerbang canopy bridge, mereka menjumpai sebuah blok tinggi yang tersusun dari kayu dan terdapat tulisan entrance pada bagian depannya. Setelah diperhatikan lebih lanjut, ternyata itu adalah jalur tangga menuju bridge. Anin segera mendekati tangga tersebut dan tak lupa minta tolong Anom untuk mengambil fotonya di dekat tulisan entrance sebagai bukti bahwa dirinya telah sampai di tempat tersebut.
Anin mulai menginjak anak tangga satu per satu diikuti Anom dan Thia. Semangat yang menggebu di awal untuk menaiki setiap anak tangga menurun perlahan demi perlahan seiring dengan berkurangnya stamina. Bahkan masing-masing dari mereka sempat berhenti di beberapa titik anak tangga untuk sekedar menarik napas. Begitu tiba pasa bagian akhir anak tangga, Anom dengan sigapnya membantu Anin untuk mengambil foto saat Ia berdiri ataupun duduk di jembatan. Sedangkan Thia memperhatikan kami demi keamanan. Anin terlihat sangat excited dan sama sekali tidak ada rasa takut menaiki jembatan tersebut. Padahal, ketinggian jembatan itu dari atas permukaan tanah adalah 30m. Namun Anin dengan santainya melenggang berjalan sambil berpegangan pada kedua tali di sisi kanan dan kiri jembatan untuk menjaga keseimbangan. Ada beberapa jembatan di atas sana yang mana semuanya bisa dilewati oleh siapapun.
Di atas sana pemandangan yang bisa dilihat adalah sejumlah pepohonan lebat yang dipenuhi dedaunan hijau seakan menjadi penguasa semesta. Ditambah lagi dengan birunya langit yang seakan berada diatas pohon, semakin berhasil membentuk suatu lukisan alam nan indah nyata di mata. Selesai melewati semua jembatan dan berfoto ria di beberapa spot,
Anin bersama Anom dan Thia turun melalui tangga keluar yang bentuknya tidak jauh berbeda dengan tangga saat masuk. Beristirahat sejenak sambil meluruskan otot kaki, mereka mendengar suara hewan dari dalam hutan yang bunyinya seperti alarm. Anom, yang sudah kesekian kalinya ke bukit bingkarai bercerita bahwa Ia pernah melihat hewan tersebut. Warnanya hitam dan bentuknya seperi kumbang, tapi memang benar bahwa suaranya nyaring bak alarm.
Saya dan Thia tidak sempat melihat hewan tersebut karena tidak ada penjaga yang bisa mendampingi kami. Namun kamipun tak bersedih, kami tetap bahagia menikmati alam sambil mendengar suara alarm alami 🙂
Kembali kami menyusuri hutan hingga akhirnya kami menemui mobil putih yang terparkir cantik disamping pondokan.
Dari sana kami mengakhiri kegiatan dengan makan tahu sumedang di KM50. Rumah makan paling eksis antara Balikapapan Samarinda, tapi emang rasanya TOP BGT sih 🙂
Kak, dipinggir jalan km 38 ada tulisan jalan menuju bukit bingkarai ga?
hmm aku lupa lupa inget, kayanya gak ada deh. better kamu nanya sama warga setempat yah. soalnya habisa jalan besar, kamu belok kiri dan itu kanan kirinya masih pohon pohon tinggi juga 🙂
kak,boleh saya izin menggunakan fotonya untuk tugas sekolah? terimakasih