Gunung Bromo

“Ter, bangun. Ayo jalan!” teriak Puthut membangunkan saya yang sedang pulas tertidur di rumah Oshin, di daerah Situbondo. Jam menunjukan pukul 23.00. Saya langsung melek dan diam sejenak memperhatikan sekitar. Kemudian barulah saya merespon Puthut, “oke, tapi sebentar gua nyadarin diri dan beberes dulu ya.” “Yaudah, gua tunggu di mobil” timpalnya.

Saya bergegas menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh diri biar badan terasa segar, lalu pamit ke keluarga Oshin dan segera masuk ke dalam mobil. Perjalanan menuju Bromo pun dimulai. Saya duduk di depan sebelah Puthut, sedangkan Pepi dan Yohan masing-masing di baris kedua dan ketiga. Kami berempat tidak ada yang tahu jalur menuju Gunung Bromo dari Situbondo, sehingga kami menggunakan google maps. Saya, yang duduk disamping Puthut tidak dibiarkan untuk tidur kali ini, saya harus menemani dirinya untuk ngobrol dan mengarahkan jalanan sesuai dengan yang ada di google maps, sedangkan Pepi dan Yohan langsung tertidur pulas begitu mobil mulai jalan.

“Anjir, ngantuk banget gua. Boleh tidur nggak?” tanya saya pada Puthut, “jangan, lu harus nemenin gua nyetir” jawab Puthut singkat. Saya mencoba untuk terus membuka mata selama kurang lebih 3 jam perjalanan hingga akhirnya seseorang memberhentikan mobil kami. “Mau ke Bromo ya mas? harus naik hardtop dari sini” kata si Bapak dari luar kaca jendela mobil. “Iya, tapi kita mau bawa mobil aja ke atas” jawab Puthut. “Jalanannya susah loh mas, menanjak dan curam harus pake hardtop” jelasnya kembali. “Murah mas, 650rb aja sampe sunrise point” si Bapak mulai masang harga. “Oh, nggak Pak, kita bawa mobil aja, terima kasih Pak” tutup Puthut. “400ribu deh mas” tawarnya. Puthut melambaikan tangan tanda penolakan. “100rb deh mas” tawarnya lagi dan Puthut segera melaju meninggalkan si Bapak.

Jalanan menanjak dan berkelok kelok kami lalui dengan sedikit keraguan juga, apakah benar ini jalan yang harus kita lewati, karena kami berdua benar benar belum pernah ke Bromo. Namun, mengandalkan google maps yang mengarahkan kami, kami terus melaju hingga akhirnya melewati kumpulan hardtop dan lagi-lagi kami diberhentikan dengan cara yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Kamipun kembali menolak dengan cara yang sama 🙂

Kembali melanjutkan perjalanan yang berkelok nan gelap itu, kami melihat ada sebuah gunung yang dipenuhi api. Kami berpikir bahwa gunung Bromo kebakaran dan kami sempat berpikir juga memutuskan untuk batal naik, namun dengan niat yang besar untuk mengunjungi bromo, akhirnya kami terus melaju. Di satu titik, dimana banyak hardtop diparkir, lagi-lagi kami diberhentikan. Kali ini, Bapak yang menggunakan kupluk biru itu berbicara dengan nada yang sedikit intimidatif. Dikatakannya bahwa, mobil pribadi tidak diperkenankan untuk naik ke atas lagi. Aturan koperasi di daerah sana mengharuskan setiap pendatang menyewa hardtop. Sempat takut juga dengan si Bapak, akhirnya kami menyerah. Daripada sama sekali nggak ke Bromo, akhirnya tawar-tawaran harga sewa hardtop dimulai. Si Bapak bilang, kalau mau ke 4 tempat (sunrise view point, kawah, bukit teletubbies dan pasir berbisik) tarifnya 650 ribu, sedangkan jika hanya mau ke sunrise view point dan kawah saja, tarifnya 450 ribu. Kami sempat berdiskusi panjang berempat karena kebetulan tidak ada yang megang uang cash. Si Bapak langsung bilang, tidak ada kalau belum pegang uang cash, setelah selesai dari atas, saya temani untuk ambil uang di ATM. Si Bapak sungguh Sales hebat! Akhirnya kami deal dengan harga 600 ribu untuk 4 lokasi.

Perjalanan pertama kami menuju Sunrise View Point, melewati jalanan berpasir nan gelap dan berkelok, membuat saya memutuskan untuk tidur. Rasa kantuk pun tak tertahankan. Saya mencoba tidur pulas namun tidak bisa karena jalanan yang naik turun membuat saya sulit fokus untuk tidur. HAHA. Akhirnya sesampainya di parkiran hardtop menuju sunrise view point, saya langsung bilang ke Pepi, Puthut dan Yohan bahwa saya akan tidur sampai jam 4.30 dulu, barulah nanti saya keluar menuju sunrise view point dan mereka setuju.

Rasanya baru tidur sebentar, saya sudah dibangunkan oleh Puthut (lagi!). “Ayo ter, kita jalan ke atas, 10 menit doang koq” ajak Puthut. Saya segera bersiap dan keluar dari hardtop. Badan saya masih berasa kedinginan walaupun sudah mengenakan pakaian lapis tiga. Saya lompat-lompat kecil di tempat dan menggerakan badan ke kanan dan kiri sambil berjalan. Saya mendapati banyak warung kecil dan banyak orang yang berada di dalam sana sambil menikmati kopi ataupun semangkuk mie instant. Ada juga yang jual jagung bakar di sisi kanan dan beberapa orang yang menyewakan jaket sedang menwarkan ke orang-orang yang sedang lalu lalang. Pagi itu saya merasa Bromo memiliki banyak pengunjung. Jalanan terasa padat hingga akhirnya saya tiba di sunrise view point. Disana sudah banyak orang berkumpul dan banyak wisatawan asingnya. Saya cukup tercengang melihatnya, karena banyak orang asing yang sangat niat untuk mengunjungi tempat wisata Indonesia, jadi sudah sepatutnyalah kita berbangga diri sebagai orang Indonesia yang memiliki banyak tempat wisata menarik.

Si Sunrise pun muncul, saya tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan gambar dia. Selamat Pagi, sunshine! eh, Sunrise! :))

sunrise view

sunrise view

Selesai prosesi sunrise dan foto-foto centil, kami kembali menuju parkiran hardtop. Saya menjumpai beberapa pedagang yang menjual boneka beruang edelweis. Maksudnya bunga edelweis disusun sedemikian rupa hingga membentuk boneka beruang. Saya tidak berminat untuk beli sih, cuma foto aja karena bentuknya yang unik.

edelweis yang dibentuk menyerupai boneka beruang. cute!

edelweis yang dibentuk menyerupai boneka beruang. cute!

Setibanya di hardtop, kami langsung menuju ke kawah bromo. Kembali melewati jalan berliku naik turun, saya bisa melihat pemandangan gunung semeru dari kejauhan setelah diinfokan oleh sang supir. Saya juga melihat langit biru penuh awan yang jarang sekali saya jumpai di Jakarta. Perpaduan warna biru dan hijaunya pohon, bikin hati adem dan pikiran juga segar.

kurang lebih 20 menit, akhirnya kami tiba di satu padang pasir luas. Kami turun disana dan langsung dikerubuti dengan orang yang menyewakan kuda. Tarif kuda PP ke kawah adalah 50 ribu. Karena kami tidak memegang uang cash, akhirnya kami memutuskan untuk jalan kaki menuju kawah yang berjarak kurang lebih 2 km. Sebenarnya tidak terlalu jauh untuk ditempuh kalau jalanannya beraspal, tapi yang jadi masalah adalah jalanannya berpasir, sehingga butuh effort lebih untuk mencapai sana. Kami mulai melangkahkan kaki di antara pasir-pasir itu dan beberapa kali istirahat karena lelah. Namun walaupun terasa lelah, pemandangan yang disuguhkan benar-benar memanjakan mata banget. Gunung tinggi cokelat abu-abu yang berpadu dengan birunya langit dihiasi putihnya awan seakan membawa saya ke satu area di luar Indonesia.

perjalanan menuju kawah bromo melewati padang pasir

perjalanan menuju kawah bromo melewati padang pasir

view menuju kawah bromo

view menuju kawah bromo

Setelah berjalan sejauh 2km, kami masih harus menaiki beberapa anak tangga untuk dapat meilhat kawahnya. Tak mau sia-sia karena sudah berjalan jauh, akhirnya saya menaiki setiap anak tangga untuk dapat melihat kawah tersebut dan berfoto di sekitar sana yang view nya nggak kalah indah. Ah, saya tambah jatuh cinta dengan Indonesia.

Kawah tertutup asap

Kawah tertutup asap

Kalau saya bilang ini bukan di Indonesia, percaya nggak?

Kalau saya bilang ini bukan di Indonesia, percaya nggak?

Setelah bermain-main di kawah bromo, saya, Puthut dan Yohan kembali melewati padang pasir menuju hardtop. Iya, Pepi berhenti di tengah jalan dan memutuskan untuk kembali ke hardtop karena fisik yang tidak bisa diajak kerja sama saat period. Oh ya, di perjalanan menuju kawah bromo ini banyak pedagang yang jual makanan dan minuman. Jadi tenang saja buat yang suka lapar atau haus, padang pasir disini beda dengan padang pasir di Mesir. Eh. Kembali berjalan menuju hardtop saya juga menjumpai sebuah pura namun saya tidak masuk ke dalamnya. Hanya melewatinya saja.

Setibanya di hardtop, kami menuju ke padang teletubbies. Saya sempat bertanya ke supir kenapa namanya seperti itu dan beliau menjawab karena bentuk bukitnya mirip yang ada di film teletubbies. yailah! tapi terlepas dari itu, saya suka lokasi ini buat foto-foto. Perpaduan warna hijau dan kuning pada bukit ini cocok banget buat background foto :p

Hardtop di padang teletubbies

Hardtop di padang teletubbies, gagah ya?

Di padang teletubbies ini sebenarnya tidak ada apa-apa, cuma bukit aja. Pedagang dan toilet umum ya udah pasti nggak ada juga lah ya. Sama halnya dengan lokasi terakhir kami yaitu pasir berbisik, hanya padang pasir dengan beberapa bebatuan untuk spot foto saja. Tapi overall gunung Bromo worth buat dikunjungi, apalagi buat kita yang tinggal di kota dan jenuh dengan suasana perkotaan. Enjoy!

the freedom of me :p

the freedom of me :p

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Web Design BangladeshWeb Design BangladeshMymensingh