Maaf.
Baca quotes ini di Pinterest, membawa ingatan gue kembali ke masa lalu. Kala itu, seorang pria yang sangat dicintai oleh si wanita, memutuskan untuk meninggalkan dirinya karena hendak menikah dengan wanita lain (sebut saja, Mawar) yang menjadi pilihannya. Sang wanita menyetujui dan hatinya menjadi pilu. Dirinya terbawa dalam suasana luka hati berhari-hari.
Di suatu malam, Ia tak bisa tidur dan gelisah selalu menghampirinya. Hingga shubuh, Ia tak bisa memejamkan mata dan air mata mulai mengalir dengan deras. Ia memohon pada Allah untuk diberikan kesempatan agar bisa beristirahat — tidur dengan tenang — karena harus bekerja seperti biasa di pagi harinya. Selesai memanjatkan permohonan kepada Allah, dirinya mengambil handphone dan mengirimkan email permohonan maaf kepada Mawar dan mantan si Pria yang mungkin bisa disebut cinta pertamanya. Sang wanita selama ini merasa jealous karena beberapa bulan terakhir, sang pria berbagi kasih sayangnya kepada si Mawar, namun sang pria tidak pernah mengakuinya. Dan kepada cinta pertamanya itu, si wanita selalu memberikan saran kepada si pria untuk tidak menghubunginya lagi karena sedang hamil, dikuatirkan membuka kisah lama yang membahayakan bagi kandungan dan saat itu sang wanita berasumsi bahwa dia memutuskan tali silaturahmi antara si pria dan cinta pertamanya. Suprisingly, setelah email dikirimkan, sang wanita langsung terlelap. Mungkin dia lelah menangis atau Tuhan sudah berkehendak seperti itu, tergantung perspektif Anda.
Pagi harinya, sang wanita minta maaf kepada Ibunya karena merasa hubungannya dengan pria itu menjauhkan dirinya dari sang Ibu. Ia pun minta maaf kepada mantannya karena dirasa telah mengecewakan sang mantan yang beritikad baik untuk kembali namun diacuhkan dan lebih memilih pria itu. Semua respon balik dari keduanya adalah positif.
Kemudian sang wanita bekerja seperti biasa dan mendapati email balasan dari si Mawar yang menyatakan bahwa dirinya tau semua hal baik si wanita dari si pria dan menyatakan bahwa si pria akan tetap menjadi “family” si wanita. Sedangkan cinta pertamanya memberikan balasan email dengan berdoa agar semuanya baik-baik saja. Membaca balasan email tersebut, sang wanita hanya tersenyum dan merasa lebih lega lagi.
Mengetahui hal tersebut dilakukan oleh sang wanita, beberapa teman memberikan respon ketidaksetujuan atau ketidakpuasan dengan apa yang dilakukan. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Banyak pertanyaan, “Ngapain lu minta maaf ke Mawar? Harusnya dia yang minta maaf ke elu!” yang ditujukan ke sang wanita dan Ia hanya menjawab, “Nggak tau kenapa. Cuma habis itu gue jadi tenang dan lega.” Semenjak saat itu, sang wanita mulai merangkak keluar dari dalam luka hatinya dan ‘maaf’ mengobati luka itu.