Perjalanan Semeru
“Gunung Gagah.” Begitulah ungkapan yang gue lontarkan dari mulut begitu melihat gunung Semeru dari pos Jambangan. Dari beberapa gunung yang pernah gue daki sebelumnya, gue merasa bahwa Semeru adalah gunung yang memberikan kesan macho : tegap, kuat dan butuh usaha besar untuk menggapainya.
Gue memulai perjalanan dari Jakarta menuju Malang pada tanggal 16 Juni 2015 Pk. 18:30 menggunakan kereta Majapahit dari Pasar Senen menuju Malang Kota Baru. Gue pergi bareng temen gue, Ari. 17 jam perjalanan di dalam kereta gue habiskan waktu untuk ngelanjutin kerjaan kantor gue selama 5 jam, ngobrol, makan, tengok kanan kiri depan belakang selama kurang lebih 4 jam dan selebihnya gue tidur. Gue inget banget pas sebelum gue tidur sekitar jam 23.45, gue bilang ke Ari yang duduk di sebelah kanan gue, “Sekarang naik kereta api enak yah. Ngecharge handphone tinggal colokin ke saklar terus taro diatas meja aja aman. Terus udah nggak ada pedagang asongan yang masuk ke dalem gerbong”,”Yoi” jawab Ari singkat. Kemudian gue tertidur dan terbangun pukul 02.29. Baru melek sesaat, tiba-tiba seorang wanita usia sekitar 30 tahun berteriak dari kursi belakang gue, “AAAKKK..tolong! tolong! Copeetttt!” dan gue cuma diem dengan detak jantung yang berdebar kencang. Pasalnya gue baru bilang kalau sekarang naik kereta api aman, eh ada kejadian kecopetan di dalem kereta. Shock. Speechless.
Gue sampe di terminal Malang Kota Baru sekitar pukul 10.25 dan langsung menghubungi Mas Eko, guide lokal yang akan memandu kami selama pendakian Semeru. Begitu bertemu, kami langsung menumpang angkot menuju Pasar Tumpang dengan harga carter angkot sebesar Rp. 80.000,- Tiba di Pasar Tumpang, kami menuju basecamp untuk menunggu waktu keberangkatan truk menuju Ranu Pani. Sembari menunggu, kami pergi ke pasar untuk belanja logistik seperti sayur sop, sosis, cabe, bawang, tempe, brokoli dan roti sobek. Kemudian kami segera memasukan ke dalam carrier dan menuju truk untuk berangkat. Perjalanan dari Pasar Tumpang menuju Ranu Pani memakan waktu selama 2 jam. Melalui jalanan menanjak bebatuan dengan suguhan hamparan sawah dan bukit hijau membuat mata gue bersinar terang. Dan untungnya lagi gue duduk di depan, jadi tetap berasa nyaman walaupun jalanan berkelok dan berlubang di beberapa kondisi jalan.
Setibanya di Ranu Pani pada pukul 13:30, kami menuju ke aula untuk melaksanakan briefing sebelum pendakian yang dibawakan oleh volunteer.
Sang volunteer menjelaskan terkait dengan medan pendakian dan waktu tempuh, hal-hal yang patut diperhatikan selama pendakian dan pos-pos yang ada dalam pendakian. Pos pendakian yang ada di Semeru urutannya adalah sebagai berikut : Ranu Pani – Pos 1 – Pos 2 – Pos 3 – Pos 4 – Ranu Kumbolo – Oro-Oro Ombo – Cemoro Kandang – Jambangan – Kalimati – Arcopodo – Puncak Mahameru. Dan Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Dilarang membuat api unggun di Ranu Kumbolo
2. Dilarang mencemari air danau Ranu Kumbolo
3. Dilarang jalan sendirian saat di Pos Jambangan karena banyak jejak macan tutul
4. Hindari mengambil air di Sumber Mani (Kalimati) pada malam hari
5. Berhati-hati saat mendaki di Cemoro Kandang karen banyak pohon yang rapuh
6. Claim asuransi tidak berlaku selepas pos Kalimati
7. Mendakilah secara zig-zag saat menuju Puncak Mahameru dari Arcopodo
8. Batas maksimal berada di Puncak Mahameru dalah Pukul 10 pagi
Selepas briefing, Ari mengurus simaksi (biaya Simaksi weekdays Rp. 17.500/orang/hari, Weekend Rp. 22.500/orang/hari). Psst..jangan lupa bawa foto kopi KTP dan Surat Keterangan Sehat dari dokter yah!
Pendakian pun dimulai. Kami bertiga jalan menuju pintu masuk selamat datang pendakian gunung semeru dengan pemandangan bukit hijau dan hamparan perkebunan di sisi kanan. Perjalanan sekitar 1 km kami lewati tanpa hambatan berarti karena stamina pun masih penuh.
Melewati pintu selamat datang, kami mulai melakukan pendakian Gunung Semeru. Mulai memasuki hutan dengan sisi kanan dan kiri penuh pepohonan serta jalanan yang sebagian sudah tersusun dari paving block, mulai menguras keringat.
Sesekali kami berhenti di tengah jalan untuk sekedar mengambil nafas panjang ataupun duduk di batang pepohonan yang sudah tumbang. Melepaskan carrier dari pundak untuk beristirahat sejenak.
Waktu tempuh menuju pos 1 adalah 1 jam 15 menit dengan jalan santai. Setibanya disana, gue langsung mencari sinyal untuk memberikan kabar ke Nyokap dan membalas pesan yang masuk serta menginformasikan pada khalayak umum bahwa gue akan lost signal selama 3 hari ke depan, sedangkan Ari dan Mas Eko memilih untuk bercengkerama satu sama lain.
Di Pos 1, kami hanya beristirahat selama kurang lebih 15 menit untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke pos 2. Medan pendakian menuju pos 2 terbilang cukup mudah karena banyak bonusny (jalan datar), sehingga kami pun hanya menghabiskan waktu sekitar 45 menit saja.
Namun hal tersebut tidak berlaku lagi saat kami menuju Pos 3. Medan yang kami jumpai naik turun dan langsung berpikir dalam hati, “Peer juga nih nanti pas baliknya.” Ada beberapa bagian medan pendakian yang terkena longsor sehingga harus berhati-hati saat melaluinya. Walaupun ada pembatas tali, namun samping kirinya adalah jurang. Pendakian kala itu terhibur dengan pemandangan gumpalan awan dan Semeru dai kejauhan yang sangatlah indah. Kami seakan berada di atas awan :p
Sesaat sebelum tiba di Pos 3, terdapat sebuah jembatan kayu dan kami sempat beristirahat disana karena mulai kelelahan dan kelaparan. Kami makan roti sobek yang sudah kami bawa sebelumnya dan minum beberapa teguk. Waktu itu hari mulai sore sekitar pukul 5 sore dan suasana sekitar pun mulai gelap yang mengharuskan kami untuk menggunakan head lamp untuk melanjutkan perjalanan.
Dari Pos 2 menuju pos 3 kami membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit. Sesampainya di pos 3, kami beristirahat selama kurang lebih 10 menit. Duduk santai di bawah sambil bersandar ke sebuah gundukan tanah, Mas Eko bercerita bahwa setelah ini, kami harus menanjak dengan kemiringan sekitar 45-60 derajat dengan waktu tempuh sekitar 5-10 menit tergantung fisik dan stamina kami yang sudah mulai terkuras. Gue pun cuma ngangguk pasrah sambil tetap mengatur nafas. Selesai beristirahat, kami pun mulai nanjak seperti yang diceritakan oleh Mas Eko. Walaunpun waktu tempuhnya cuma sebentar, tapi rasanya engap banget ditambah lagi pundak yang harus tetap membopong carrier penuh. Tapi setelah itu banyak bonus dan medan pendakian tidak begitu sulit. Pos 4 kami lewati dan langsung menuju Ranu Kumbolo. Setibanya disana, Mas Eko dan Ari membangun tenda sementara gue masak air hangat untuk bikin minuman jahe susu. Dinginnya udara di Rakum memaksakan gue untuk bergerak terus menerus supaya tidak kedinginan. Mulai dari lompat-lompat kecil, menggesekan kedua telapak tangan sampai mendekatkan diri ke api.
Malam itu gue melihat banyak bintang di langit bertaburan. Indah. Gue sempat mau ambil foto milky way namun kamera gue tidak mendukung, alhasil gue memilih untuk menikmatinya saja. Setelah tenda selesai dibangun, gue masuk ke dalam untuk berganti pakaian dan siap bobok canti. Malam itu, mas Eko meminjamkan jaketnya untuk gue sehingga gue pake baju 4 lapis dan tetap menggunakan sepatu saat tidur di dalam sleeping bag. Dinginnya keterlaluan! Gue yang berencana untuk melihat milky way jam 12 malam pun langsung mengurungkan niat dan memilih untuk melanjutkan tidur. Pukul 5.30 pagi, alarm di handphone gue menyala dan gue nggak bisa tidur lagi. Gue mencoba keluar tenda untuk melihat pemandangan sekitar namun dinginnya minta ampun deh. Gue rasa suhu disana sekitar 0 sampai dengan -2 derajat. Rerumputan sampai membeku, banyak kristal es di danau dan juga di atas flysheet tenda. Tapi pagi itu gue melihat danau Ranu Kumbolo yang sangat indah. Masih berkabut namun mulai disinari cahaya matahari di balik bukit.
Dinginnya udara pagi mengharuskan gue membuat minuman hot chocolate untuk menghangatkan tubuh. Lalu begitu jam 8, Ari dan Mas Eko pun terbangun dan kemudian gue segera memasak untuk sarapan. Pagi itu gue masak nasi, sop dan kornet. Makanan pagi yang cukup sehat dan mampu menghasilkan energi yang cukup besar. Selesai makan pagi, gue memanfaatkan waktu untuk berfoto di sekitar danau Ranu Kumbolo dan Ari sebagai private photographer gue (thanks, bro!) Waktu gue foto-foto disana, ada juga loh pasangan calon pengantin yang sedang pre-wedding lengkap dengan dress, heels, MUA dan fotografer profesional. Salut!
Dari situ, kami packing untuk melanjutkan perjalanan menuju ke kalimati. Pukul 11.30 kami mulai beranjak dari Ranu Kumbolo. Pertama kami melewati tanjakan cinta yang paling hits seantero para pendaki Semeru. Ada mitos yang mengatakan bahwa, saat menanjak tanjakan cinta dilarang menengok ke belakang supaya cintanya dengan seseorang yang diharapkan bisa everlasting. Well, pada saat berada di tanjakan cinta, kalau kita nengok ke belakang itu bakalan liat danau Ranu Kumbolo yang indah banget loh. Yakin nggak mau nengok? 😀
Dari sana kita akan menjumpai Oro-Oro Ombo, sebuah padang luas yang ditumbuhi tanaman Verbena berwarna ungu yang berasal dari Brasil. Tapi tanaman ini akan berbunga pada saat musim hujan. Dan karena kami datang saat musim kemarau, jadilah tidak ada bunga Verbena yang tumbuh. But well, gue tetap menikmati pemandangan disana ditambah angin sepoi yang berhembus, bikin gue betah duduk di bawah pohon sambil melihat Oro-Oro Ombo.
Pos perhentian selanjutnya adalah Cemoro Kandang. Dari namanya aja udah deskriptif banget bahwa pos tersebut merupakan kandangannya pohon cemara 😀 Disana kami beristirahat sekitar 15 menit sembari foto-foto dan ngobrol dengan pendaki lain yang sedang beristirahat. Kemudian langsung melanjutkan perjalanan menuju pos Jambangan.
Namun karena gue berasa ngantuk banget, mungkin karena efek bangun jam 5.30 pagi, akhirnya gue bilang ke Mas Eko. Dan dia pun mengijinkan gue untuk tidur terlebih dahulu. Gue lupa tepatnya tidur dimana, yang pasti gue bersandar ke pohon, nutup muka pake buff dan terlelap dengan sendirinya. Sementara mas Eko dan Ari ngobrol bareng 3 orang pendaki lain yang berasal dari Medan. Pas gue bangun, ketiga pendaki Medan sudah melanjutkan perjalanan lagi dan kami pun menyusul. Begitu tiba di Pos Jambangan, lapar pun melanda. Akhirnya kami memutuskan untuk memasak mie instant. Makan sembari memandangi semeru dari kejauhan rasanya bersyukur banget, akhirnya bisa sampai disini 🙂
Begitu selesai makan, perjalanan pun kami lanjutkan kembali menuju ke Pos Kalimati. Pos dimana kami akan camping lagi. Dari Jambangan ke Kalimati sekitar 2 KM, tidak terlalu jauh tapi ada beberapa bagian yang berupa turunan yang berarti akan menjadi peer tambahan waktu balik dari sana 😀 Setibanya di Pos Kalimati, Ari dan Mas Eko langsung bangun tenda sementara gue duduk santai menunggu mereka.
Begitu mereka selesai bangun tenda, gue masuk ke dalam untuk berganti pakaian dan bongkar carrier, karena rencananya carrier gue yang akan dibawa buat summit nanti. Alasannya, karena carrier gue paling kecil #UdahGituAja. Kemudian Ari dan Mas Eko langsung menuju ke Sumber Mani buat ambil air. Gue sendiri nunggu di tenda dan nggak tau dimana keberadaan Sumber Mani itu. Yang pasti, perjalanan dari Kalimati ke Sumber Mani untuk ambil air dan balik lagi, butuh waktu 1 jam.
Begitu mereka balik ke tenda, gue mulai masak jelly buat logistik pas summit nanti dan masak nasi buat makan malam sebelum summit. Ari dan Mas Eko memutuskan untuk istirahat duluan karena malam nanti, kami harus bangun jam 10 malam, kemudian makan dan mulai mendaki pukul 23.00. Selesai masak pukul 19.00, gue nyusul buat tidur.
Alarm gue pun berbunyi, gue langsung masak mie instan lagi buat lauk makan sementara Mas Eko dan Ari nyiapin perlengkapan yang akan dibawa buat summit. Sleeping bag, obat-obatan, jelly dan perlengkapan lainnya. Begitu mie instant jadi, kita langsung makan kemudian siap-siap buat summit. Tak lupa berdoa supaya perjalanan dilancarkan. Kami bergabung dengan pendaki lain dengan total 12 orang untuk summit dimana Mas Eko sebagai guide paling depan. Sebenarnya ada 5 orang pendaki lagi yang summit, tapi sudah jalan terlebih dahulu.
Pendakian menuju Arcopodo akhirnya dimulai pukul 23.30. Jalanan menuju Arcopodo nggak ada bonus-bonusnya, nanjak terus dengan medan berbatuan, berpasir dan hutan.
Sepanjang perjalanan menuju Arcopodo awalnya gue jalan lancar, tapi lama-lama tiap 100 langkah minta break, tiap 50 langkah minta break, tiap 30 langkah minta break sampe akhirnya gue jalan selangkah demi selangkah sambil atur napas. Menuju Arcopodo butuh waktu 1 jam 15 menit. Begitu tiba disana pukul 00.45, kami langsung lanjut lagi menuju Mahameru dengan medan berpasir semua.
Rasanya saat mendaki menuju Mahameru itu, udah nanjak berpuluh langkah tapi jaraknya nggak seberapa. Begitu nanjak, turun lagi-turun lagi. Baru 10 langkah nanjak, mulai engap, langsung minta break. Terus mas Eko bilang, “dikit lagi batu besar, kita istirahat disana ya.” Begitu gue nanjak beberapa langkah, gue merasa ditipu karena batunya nggak ada. Cuma yah mau gimana, namanya juga menuju puncak gemilang cahaya yah kan (eh, itu mah AF* 😐 huahuahua) Begitu nemu batu yang beneran, akhirnya kami duduk di belakang batu untuk menghindari angin. Baru duduk 1-2 menit gue udah kedinginan parah dan minta buat lanjut jalan lagi biar nggak kedinginan. Akhirnya pendakian dilanjutkan lagi.
Mas Eko bilang ke gue, “ikutin jejak langkah saya aja, biar lebih gampang.” “Ok”. Langkah pertama dan kedua sih gue masih bisa ikutin, tapi langkah berikutnya terima kasih banyak deh ya. Secara gue langsung capek. Alhasil gue bilang, “biarkan gue selangkah demi selangkah yah mas, capek banget”. Gue bahkan sampe merangkak saking sebelnya karena berasa nanjak berapa langkah tapi nggak maju-maju. Kaki, tangan, kepala dan lutut udah sejajar deh pokoknya. Gue dan Mas Eko terus melaju sementara Ari jauh dibelakang.
Saat pendakian, beberapa kali pendaki yang diatas gue teriak, “awas batu..awas batu..”, kalau udah begini, gue langsung diem di tempat liat arah batu dan minggir ke kanan atau ke kiri untuk menghindari batu yang menggelinding dari atas. Gue jadi inget pas briefing di Ranu Pani, dikasi tau sama volunteer untuk tidak berpijak pada batu, karena batunya bisa jatuh ke bawah.
Akhirnya di satu titik, Mas Eko berhenti dan ngomong, “Ke atas masih 2 jam lagi, Ea masih kuat nggak?” “Kuat mas. Gue sempet kalkulasi, kira-kira butuh 10.000 langkah lagi, Mas.” Waktu itu gue inget jam 4.00 pagi.
Kenapa bisa ada kalkukasi seperti itu? Jadi ceritanya gue mencoba mengalihkan rasa capek gue dengan hitung langkah. Jadi pas mas Eko sempet bilang udah setengah perjalanan, gue langsung hitung dengan asumsi 1 langkah gue 20-30 cm (yakeleus), maka butuh puluhan ribu langkah. Dan ketika jam 4.00 pagi itu, pokoknya gue sisa 10.000 langkah. HUAHUAHUAHUA.
Mas Eko bilang ke gue kalo dia mau nyamperin Ari di bawah, takut ada apa-apa. Mas Eko menitipkan gue ke dua orang pendaki yang ada di bawah gue buat barengan sementara dia turun nyamperin Ari. Gue terus melangkah perlahan. Sesekali mencoba berpegangan pada batu di sisi kiri namun ternyata begitu gue pegang batunya, langsung rapuh. Gue langsung berpikiran bahwa gue nggak bisa lagi yang namanya pegangan sama batu, gue harus berusaha sendiri. Gue berdoa sama Tuhan buat diberikan kekuatan. Sepanjang pendakian, gue cuma berdoa, “Tuhan kuatkan saya!”
Pas disini, gue seakan lagi refleksi diri, kalo gue tuh bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Apalagi kalo di alam terbuka kaya gitu, yaampun ibarat sebutir pasir dalam segenggam pasir. Lalu, gue seakan diingetkan kalo gue nggak bisa mengandalkan diri sendiri, minta pertolongan Tuhan buat apapun yang sedang gue lakukan.
Gue terus melanjutkan perjalanan dan mulai melihat cahaya matahari dari kejauhan. Senengnya minta ampun pas lihat matahari. Gue nggak perlu susah-susah lagi nerangin jalan pake headlamp 😀 Gue terus jalan sampe di satu titik gue nggak nemuin pendaki. Gue sempet mikir, jalurnya harus kemana lagi. Gue sampe teriak, “Woooyyyy woyyyyy” berharap ada orang yang nongolin diri dari atas buat gue liat arahnya. Tapi, harapan tinggalah harapan. Akhirnya gue coba dangak ke atas buat lihat ujung puncak dan mencoba menganalogikan sendiri jalurnya. Akhirnya gue lihat kebawah ada beberapa bekas jejak kaki dan gue ikutin sampe akhirnya gue sampe di puncak Mahameru.
Begitu sampe puncak, gue langsung tarik nafas panjang dan hening sejenak sambil muter buat lihat keseluruhan pemandangan 360 derajat. Priceless. Habis itu gue langsung minta tolong pendaki yang ada disana buat foto-foto. Disana gue cuma 30 menit karena nggak kuat dinginnya.
Selesai foto gue langsung turun ke bawah lagi. Yaampun, waktu buat turun ke bawah dengan gaya santai gue cuma butuh 45 menit. Tapi yang pasti gue senang bisa menapakan kaki di puncak Mahameru. Gue bertemu dengan Ari dan Mas Eko di Arcopodo, kemudian kami turun lagi menuju Kalimati. Sampe tenda, gue tidur karena capek dan ngantuk banget. Begitu bangun gue laper, akhirnya gue masak mie instant lagi. *Hail ya mie instant!*
Selesai makan, kami packing dan berjalan turun menuju Jambangan pukul 11.30. Tidak lama beristirahat disana kami melanjutkan perjalanan menuju Cemoro Kandang, lanjut Oro-Oro Ombo dan Ranu Kumbolo. Disana kami cukup lama beristirahat sambil bercerita dengan pendaki lain. Hari itu, Ranu Kumbolo cukup ramai karena banyak dari sekolahan yang mengadakan acara disana. Mengingat sudah masuk hari libur anak sekolah juga. Setelah fisik dan stamina sudah oke, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Kami barengan dengan pendaki Medan juga untuk turun ke bawah. Pemandangan Ranu Kumbolo siang itu cantik luar biasa.
Kami beristirahat di pos 3 dan berjumpa dengan 3 orang pendaki Cileungsi. Disana sempet minum kopi dan hot chocolate sembari ngobrol dengan yang lain. Begitu selesai kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2, Pos 1 dan kembali ke Ranu Pani tanpa istirahat yang cukup panjang karena suasana disana semakin sore semakin gelap. Akhirnya kami tiba di Ranu Pani pukul 18.00 dan langsung memesan nasi Rawon di rumah warga. Bahagia!
Pengalaman yang bagus mbak, semangat!!!
Thankyouuu!