Mata Kuliah Broken Heart
“Honey, maafin aku”
“Maaf kenapa?”
“Aku mau nikah?”
“Hah?”
“Iya. Maafin aku yah.”
“Sama siapa? Si cewe itu?”
“Iya”
“…”
“…”
“Oh.”
Kira-kira begitulah sepenggal percakapan yang masih gue inget sampe sekarang. Apalagi pas dengerin lagu Missing Someone to Miss di soundcloud Wisnu Kumoro pas gue lagi kangen sama mantan. Iya, mantan. Boleh kan gue kangen sama mantan? Cuma kalo flashback ke masa itu rasanya koq ya gue bloon banget yah. Ah sudahlah, hidup itu kan universitas kehidupan. Benar ataupun salah semuanya pelajaran.
Sore itu gue langsung telepon kedua sahabat gue, laki-laki dan perempuan. Gue gak bisa terima kenyataan bahwa gue mau ditinggal nikah oleh orang yang selama 3 tahun belakangan ini selalu menemani hari-hari gue. Tiba-tiba. Dadakan. Ibarat petir kala hujan, kemunculannya yang tiba-tiba menyeramkan dan berharap Ia tak muncul kembali.
Kedua sahabat gue menyarankan untuk lost contact dengan orang itu dan rasanya berat, seberat dosa gue hidup di dunia. Gue harus meninggalkan semua kebiasaan gue bareng dia. Berkabar setiap hari, telfonan setiap malam, kuliner dan nonton tiap weekend, nangis bareng sampe trip bareng.
Terakhir kami pergi ke Bangkok dan disanalah semua dimulai.
“Kamu kayanya posesif banget sama iPhone kamu. Tumben.”
“Ini Hon, temenku kasih tauin rekomendasi tempat yang mesti kita kunjungin”
“Temen kamu yang mana?”
“Temen kantor aku yang duduknya di belakang aku.”
“Heh? Yang mana? Cewe apa cowo”
“Cewe”
“Oh”
“CIe cemburu yah..”
“Enggak koq. Bweek.”
“Honey, ini cewe, temen kantor kamu kan?”
“Iya”
“Kenapa dia bbm kamu pake sayang-sayangan?”
“Oh iya, dia lagi ribut sama calon suaminya. Terus dia lagi sedih banget dan curhat ke aku”
“Oh gitu. Kamu gausa terlalu banyak terlibat deh Hon dalam hubungan mereka. Karena nggak baik loh kalo cewe curhat soal persiapan pernikahan ke teman lawan jenis”
“Beres Hon!”
Positif dan trust adalah modal gue dalam berhubungan dengan orang lain. Selama tidak ada sesuatu yang krusial, what will be, will be. Sekitar jam 2 pagi, gue yang terbangun dari tidur karena mimpi buruk langsung mengambil handphone, memilih Honey dalam phonebook dan meneleponnya.
“Hon, aku mimpi buruk. Masa aku lagi dateng ke wedding garden party temenku terus ada serigala dari sebrang yang bawa bola api di mulutnya. Terus bola apinya disemburin ke pelaminan terus kebakaran terus aku kabur lari sembari nenteng heels”
“Kamu kebanyakan nonton Twilight dan terobsesi sama Jacob, Hon. Hahaha”
“Ish beneran Hon, aku lari ampe engap. Apinya kaya ikutan ngejar aku.”
“Terus?”
“Terus koq, api bisa ngejar ngejar ya?”
“Hahaha kamu kan imajinasinya ketinggian, Hon. Mimpi kamu ampe kreatif gitu”
“Gitu yah Hon?”
“Udah ya, bobo lagi sekarang. Coba berdoa dulu biar tenang terus cobain merem sambil bayangin aku meluk dan usap-usap kepala kamu”
“Oke deh, btw skor bola-nya udah berapa Hon? 2-1 buat Barca”
“Yey! Visca Barca!”
“Ayoo tidur, besok pagi kamu ngajar”
“Sip. Bye Honey”
“Bye”
Selang dua bulan kemudian gue mendapati percakapan yang tidak gue harapkan dalam window chat atas nama cewe itu. Lagi. Cewe itu lagi.
Gundah. Gusar. Gulana.
“Hon, ini chat bbm maksudnya apa?”
“Kamu suka sama dia? Ngaku aja deh.”
“Apa-apaan sih kamu? Cek-cek hp aku”
“Honey, jangan pernah main-main sama feeling aku deh”
“Udah ya kamu jangan buka hp aku lagi”
“Jelasin dulu maksud chat kalian apa? Gini ya Hon, mama papa kamu kan gak setuju sama aku karena aku Chinesse. Nah, kalau emang kamu suka sama cewe itu yang nota bene sama-sama Batak, yauda silahkan kalo kamu mau sama dia. Sayang itu kan nggak harus selalu memilki toh? Eh tapi hon? Dia emang batal nikah?”
“Iya, di batal menikah. Udah ya gak perlu urusin urusan orang lain”
“Baiklah”
Sabtu berikutnya kami habiskan weekend untuk gym dan berenang bareng di Life Fitness Hotel Sultan serta bermalam disana sekalian untuk refreshing. Kepenatan di Jakarta selama seminggu bisa terobati dengan menikmati suasana Hotel dan fasilitas yang diberikan. Gue sama sekali tidak menyangka bahwa malam itu adalah malam terakhir kami bersama hingga pada akhirnya dia mengaku jujur bahwasannya dia memilih untuk menikah dengan cewe itu. Gue langsung meninggalkannya seorang diri dan kembali pulang ke rumah.
Gue larut dalam kesedihan di minggu-minggu awal. Nangis tiba-tiba. Ngedumel ke sahabat gue tiap kali telepon. Nyelepetin karet di tangan. Lompat-lompat di kantor. Fix. Gue jadi gila.
Gue biarkan hati dan otak gue bertengkar selama berminggu-minggu hingga akhirnya otak yang memenangkan pertengkaran itu. Gue hubungin temen-temen dekat gue buat gue ajakin ketemuan tiap malam selepas pulang kantor. Jadwal gue lebih padat dari Syahrini, gue rasa. Setiap hari gue selalu punya jadwal untuk ketemuan sama temen gue hingga pada akhirnya seorang teman mengingatkan gue untuk mewujudkan impian membuat Olaf, si boneka salju.
Gue lulus mata kuliah Broken Heart dengan nilai A+ dalam Universitas Kehidupan. Congratulate to me!